Rabu, 08 Januari 2014

Siapapun presidennya, utang jadi raja buat bangun infrastruktur

Merdeka.com - Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN)/Bappenas punya kabar buruk buat setiap calon presiden yang bakal berlaga di pemilihan umum tahun depan. Jika para calon itu terlalu umbar janji surga untuk program-program populis terutama terkait pembangunan infrastruktur, agaknya mereka harus gigit jari.

Dari hitungan Bappenas, mustahil membangun jalan raya, bendungan, bandara, dan pelbagai infrastruktur dasar tanpa bantuan utang luar negeri.

Deputi Bidang Sarana dan Prasarana Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN)/Bappenas Dedy S. Priatna menjelaskan muasal perlunya utang untuk membangun Indonesia itu.

Dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) pemerintah sejak era Megawati berakhir mencanangkan target ambisius. Pada 2019, listrik, jalan raya, dan sanitasi, harus terbangun 100 persen.

Sehingga, dalam Rencana Pembangunan Jangka Pendek (RPJP), Bappenas menyediakan skenario pembangunan infrastruktur gila-gilaan bagi pemimpin Indonesia selanjutnya. Tak cuma infrastruktur dasar, salah satu proyek monumental yang harus segera dijalankan negara ini misalnya pemanfaatan teknologi nuklir sebagai pembangkit listrik.

Apalagi, kalau pemerintahan terpilih pada 2014 tetap berambisi agar Indonesia menjadi negara menengah 12 tahun mendatang.

"Total keseluruhan, kalau kita ingin mencapai negara berpenghasilan menengah maka akan dibutuhkan biaya infrastruktur Rp 6.541 triliun," kata Dedy saat paparan akhir tahun di kantornya, Selasa (24/12).

Sebagai gambaran, hingga 2019, pembangunan sumber energi listrik butuh Rp 1.080 triliun, jalan raya butuh Rp 1.274 triliun, sanitasi perlu Rp 666 triliun, serta infrastruktur energi dan gas harus dicukupi dengan dana Rp 535 triliun. Nyaris mustahil, dari hitungan Bappenas, bila semua kebutuhan itu mengandalkan APBN.

Oleh karenanya, jika presiden baru mendatang mau menjalankan kebijakan pragmatis dan tidak antiutang luar negeri, maka ada beberapa skenario yang sudah disiapkan Bappenas.

Semuanya tidak lepas dari kewajiban mencari utang luar negeri, namun besarannya berbeda-beda. Berkaca dari politik anggaran APBN selama ini, Bappenas memperkirakan dana infrastruktur paling mentok cuma 30 persen dari anggaran negara.

Dedy menjelaskan, jika presiden baru ingin utang tidak terlalu besar dibanding rasio terhadap Produk Domestik Bruto (PDB), maka syaratnya harus menggenjot keterlibatan swasta dalam membangun infrastruktur. Khususnya lewat Kerja Sama Publik-Swasta (KPS).

Skenario pertama Bappenas, jika ingin 2020 semua target RPJM tercapai, maka pagu utang baik dari dalam maupun luar negeri, harus 30 persen terhadap PDB. Dengan demikian, supaya APBN tidak jebol, pertumbuhan KPS juga harus ikut meningkat, jadi di atas 20 persen.

"Ini skenario yang butuh usaha ekstra keras, sebab apakah pemerintah mau pagu utang sedemikian besar, dan KPS sekarang saja baru di atas 5 persen," ungkap Dedy.

Skenario kedua, lebih pragmatis. Target RPJM akan dicapai 75 persen pada 2020, dan baru tuntas semua pada 2025. Dalam skenario ini, pagu utang nasional terhadap PDB akan tetap 22,5 persen seperti saat ini, dan KPS harus digenjot sebesar mungkin, paling tidak di bawah 20 persen.

Skenario ketiga, lebih cocok untuk pemimpin bervisi mengurangi utang. Target ambisius RPJM hanya dipenuhi 50 persen, berarti infrastruktur dasar baru terbangun pada 2030.

Dalam kondisi demikian, level rasio utang terhadap PDB bisa diturunkan jadi 16,9 persen saja. KPS pun tak perlu terlalu ngoyo, paling tidak 15 persen dari total proyek infrastruktur.

Manapun skenario akan dipilih, Dedy meminta pemimpin baru Indonesia punya prioritas membangun jalan raya sampai pembangkit listrik. "Infrastruktur dasar seharusnya tidak ada tawar menawar," tandasnya.

Seluruh skenario Bappenas itu masih bisa berubah, bila presiden dan anggota DPR anyar bersedia duduk bersama untuk merancang besaran belanja infrastruktur yang lebih besar dari saat ini. Jika anggaran 2013 diproyeksikan untuk lima tahun ke depan, hanya akan terkumpul Rp 1.555 triliun.

Itu sebabnya, Dedy berharap pemerintahan besok bisa melibatkan lebih banyak swasta, utang luar negeri produktif, maupun Badan Usaha Milik Negara (BUMN) untuk pembangunan. "Kapasitas pendanaan di luar pemerintah maksimal 70 persen," ungkapnya.
[bim]

http://www.merdeka.com/uang/siapapun-presidennya-utang-jadi-raja-buat-bangun-infrastruktur-proyeksi-2014.html


Analisisnya :
What : Dari hitungan Bappenas, mustahil membangun jalan raya, bendungan, bandara, dan pelbagai infrastruktur dasar tanpa bantuan utang luar negeri.
Who : Dedy.
When : Selasa (24/12).
Where : Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN)
Why : Sebagai gambaran, hingga 2019, pembangunan sumber energi listrik butuh Rp 1.080 triliun, jalan raya butuh Rp 1.274 triliun, sanitasi perlu Rp 666 triliun, serta infrastruktur energi dan gas harus dicukupi dengan dana Rp 535 triliun.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar